Senin, 31 Mei 2010

KENANGAN DAN HARAPAN


Malam kian larut, kutatap panah yang menancap didinding kantor, ia berputar melewati angka-angka, berlalu dan terus berlaru, pikiranku ikut berputar mengikuti putaran anak panah itu, namun... haluannya saja yang berbeda, pikiranku berputar ke belakang, mengingat... detik-detik sebelum arwah Guru Taluladan terbaik yang pernah aku kenal (My mather), pergi tuk selamanya, sekitar 2 tahun silam.
Saat itu aku duduk disampingnya, menatap wajahnya yang perlahan-lahan susah tuk di kenali, karena penyakit kanker usus yang ia derita semakin parah dan telah memasuki stadium empat, entah... apa yang kupikirkan, ku berdoa agar Allah secepatnya membawanya ke taman Syurga, agar ia tak lagi merasakan penderitaan. Akhirnya doaku pun terkabul.
“Nak, tolong ambilkan saya kertas dan pulpen”, suaranya terdengar semakin sayu, sementara matanya memandangiku tajam, seakan ada pesan penting yang ingin ia sampaikan
Tanpa berpikir panjang kuambil tas kuliahku, di dalamnya terdapat binder yang tak pernah aku tinggalkan kalau aku keluar dari kampus atau sedang di kampus.
Kusodorkan buku itu padanya, tetapi mataku tak ingin melepaskannya, hari itu jika saja kita sebagai manusia diperbolehkan tuk berandai, maka aku ingin nyawaku di tukar dengan nyawanya, ia memang sosok yang bijaksana, setiap kata yang terucap dari bibirnya adalah pesan kebenaran buatku.
Telah selesai ia menuliskan pesan itu, lagi-lagi matanya mengeluarkan butiran-butiran mutiara, hingga pipinya basah, di selah-selah kesedihannya, ia tetap saja mencoba melemparkan senyuman kepada kami semua.
“Ada apa nak?” seorang pejuang datang bertanya yang tak lain adalah ayahku
“Ini, beliau punya pesan” sambil kusodorkan kertas itu kehadapannya.
“pesanku yang terakhir : Aku ingin keluar melihat orang banyak, ajalku sudah ada di rumah, kalau saya tidak sampai di rumah, sampaikan salamku sama aji”
Hanya itu pesannya yang terakhir sebelum ia pergi bertamasya ke taman syurga, setelah sekian lama ia hanya bisa menciu aroma obat-obatan serta teman-teman yang juga terbaring di RS itu.
Dokter pun datang dengan kalang kabut, mencoba menyuntikkan cairan ketubuhnya, dan ternyata cairan itu malah keluar melewati bekas-bekas suntikan sebelumnya, aku tak lagi bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa memberikannya senyuman terakhir, serta penghormatan dengan mencium tangan, pipi dan kakinya, agar ia kelak mengingat anaknya ini, inilah yang Allah kehendaki.
Malam semakin larut, sekarang anak panah tertancap di angka 2, kembali ku mencari jati diri yang tak tahu kemana, jati diripun kutemukan, namun aku belum tahu jati diri ini harus kubawa kemana?, belum juga tuntas ku melabuhkan kapal jati diriku, ku teringat lagi akan Singa yang mengajariku juga tuk menjadi singa, tadi sekitar jam 19.00, aku singgah menjenguknya di rumah sepupuku, terlihat singa itu terkapar, ia hanya memanggil namaku dan menyuruhku tuk mengurut punggungnya, kulakukan semua apa yang ia inginkan, karena meski semuanya tlah kulakukan, tetap saja pengorbannannya tuk menjadikanku singa takkan bisa terbayarkan.
Perlahan kumulai sadar bahwa singa ini juga semakin tua, dan tenaganya semakin berkurang, aku harus mempersiapkan diri tuk menduduki tahtanya, agar adiik-adikku nantinya tidak terbengkalai, ku rela mencucurkan dar ah untuk membahagiakan keluargaku.
Pasangan A.R.AMIRUDDIN sebagai seorang pesilat, karateka, aktivis dakwah, mujahid dengan Dra. INDRIATI seorang sastrawati dari soppeng, hidupnya ia habiskan tuk membagikan ilmu tanpa pernah peduli dengan penghasilan yang ia dapatkan dari pekerjaannya itu, meskipun akhirnya ia difitnah, akan tetapi masyarakat telah lebih dulu mengetahui kebaikan yang telah ia berikan dari pada fitnah yang beredar. Begitupun dengan suaminya yang juga sastrawan, puisinya selalu terdengat di kota pinrang pada saat 17 agustusan, di setiap kecamatan dan desa. Pasangan yang perfect, seorang suami membuat puisi dan istrinya mengajarkan tentang cara penyebutan dan penghayatan kepada puisi itu.
Beginilah kehidupan yang kujalani, semuanya punya warna tersendiri, dan aku tak boleh terkungkung hanya dengan satu warna dan melupakan warna yang lain, setidaknya aku masih punya beberapa orang yang bisa memberiku motivasi untuk tetap berdiri sampai nafasku yang terakhir berhembus di medan perang “ALLAHUMMA FASYHAD”, di bawah ini beberapa motivasi yang beberapa hari lalu masuk ke dalam ponselku. TERIMA KASIH SEMUANYA, berilah aku senyuman, maka nyawa kan kupersembahkan padamu jika kau membutuhkannya, dan jagalah kepercayaan akan persaudaraan yang tlah kuberikan, karna persaudaraan adalah saliing tolong-menolong, bukan untuk mencari bawahan yang bisa kita perintah dan tindas, sebagaimana yang pernah aku alami sebelumnya. Tapi... aku tidak akan menatap kaca spion itu dengan berlama-lama, aku hanya melihatnya sesaat kemudian memacu gas untuk mencapai garis peradaban.
"kebimbangan ada dalam dirimu, temukan ketenangan bersama Allah dan semua pertanyaan akan terjawab dan ragu akan menjadi yakin, kita hidup untuk Allah, berjuanglah" (My sister in the paradise IQ)
"Hati hanya satu, ia adalah salah satu organ tubuh yang berukuran kecil, so... milikilah hati seluas dunia, agar engkau bisa mencintai seluruh makhluk bumi"(My friend in the FLP)
"kita ini hanyalah seorang pengembara yang sedang berkelana mengikuti pundak umurnya, mengarungi hari dan bulannya, ia lalui siang dan malam, dan ia dapati dirinya semakin jauh dari kehidupan dan semakin dekat dari kematian, tahukah kalian, kalau umur ini hanyalah titipan, dan kehidupan yang kekal abadi berada di negeri akhirat"(My brother in the DOMPET DHUAFA)
"semangat tinggi kadang membuatmu gegabah, mungkin terlalu melangit dan melupakan bumi tempat berpijak, melankolis, halus perasaannya dan mungkin itu yang menyebabkan kadang tidak tega, bergantung pada orang lain, ukhuwah sesuai iman kita, kualitas ukhuwah menggambarkan keimanan kita, tengok kembali jaring ukhuwahmu"(My sister in the dream)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar