Sabtu, 24 April 2010

Mencari Titik Keadilan


Makassar, 21 April 2010
(singa padang pasir)





Pelangi…
Saya iri melihatmu
Engkau punya warna-warni yang dapat membuat orang berdecak kagum
Sedang aku terkungkung dengan satu warna

Elang…
Saya sangat iri padamu
Kau punya sayap yang dapat membuatmu keliling dunia
Sedang aku tak punya dan tak bisa kemana-mana

Hai manusia…
Sadarlah,sadarlah dari khayalanmu
Perhartikan warna yang ada di tubuhku
Hanya ada enam warna, dan tak akan bisa bertambah
Ia sudah ditakdirkan demikian
Sedang kau, kau bisa bebas mengukir warna dalam hidupmu
Dan dengan warna yang engkau ukir,engkau bisa membuat orang lebih terpesona
Tapi… sudahlah, engkau masih takut untuk mengukir warna

Hai manusia…
Bangunlah dari mimpimu
Engkau hanya kagum dengan sayap gagah perkasaku
Tapi, pernahkah kau berpikir bagaimana elang tanpa sayap
Masihkah ia disebut gagah perkasa?
Masihkah ia bisa keliiling dunia?
Sedang kau, kau bisa mengelilingi dunia walau tanpa sayap
Karna kau mempunyai otak brilian yang jauh lebih baik dari sayap gagah perkasaku
Tapi… sudahlah, engkau masih takut dengan mulut para bangsawan

Di manakah letak kebebasan?
Kebebasan yang tak di otak-atik oleh nafsu kemunusiaan
Kemanusiaan yang kadang menjadi dalih pembenaran
Akankah ia masih memberikan sebuah harapan?
Atau kebebasan hanyalah sebuah ambisi

Ambisi pribadi dan tak pernah bisa dimengerti
Berbau islami, tapi menyayat hati
Pelangi dan elang.., lihatlah,Aku akan belajar tegak di hadapan penguasa

Roda zaman tak akan pernah berhenti berputar
Berputar tanpa harus menjadi makar
Dan aku berjanji untuk tegar
Meski semua makhluk bulmi akan mencibir
(jadilah dirimu sendiri, tak peduli apa kata orang, asal tetap di bawah landasan syar’i)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar