Rabu, 28 April 2010

KETAKUTANKU








umurku tlah beranjak naik ke tangga 21, sebaga pertanda awal dari kedewasaanku, dan seharusnya segala sesuatu sudah bisa kuhadapi dengan bijak, tapi kenapa… di usiaku yang sekarang malah aku di hantui dengan perasaan takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya. dikatakan cobaan? kayaknya bukan deh.
dikatakan ujian? itu sih maybe yes n maybe no.
atau azab kali yah…. “Na’udzu billahi min dzalik”.
lalu kalau ia tidak ada diantara ketiga poin ini.
dia itu berada di posisi mana?, ahhhhhhhhhhhh bingung.
disaat semua orang menganggapku sudah dewasa dan bijaksana, ternyata… semuanya tidak sama dengan apa yang saya rasakan sendiri di dalam sel tubuhku.
kenapa saya harus takut.
padahal saya tidak pernah merasa takut, meski pedang sudah bertengger di ujung leherku
saya juga tidak pernah gentar dengan letupan senjata yang akan menembus dadaku
tapi.. kenapa saya takut kepada dia, bukan karna dia seorang penjagal, bukan karna dia makhluk yang bengis, justru saya takut dengan kelembutannya, saya takut dengan tutur katanya.
sekali-kali saya tidak ingin mendekatinya, tapi saya juga takut tuk kehilangan sosoknya, sosok itu telah memberiku semangat… ketika melihatnya bersemangat kesana-kemari hanya untuk membagi ilmu, bagi orang mungkin ia bukan siapa-siapa, tapi bagiku justru dia itu adalah sosok yang sangat diharapkan ada untuk tampil di zaman ini,
Ia juga merupakan sosok yang membuatku berani tuk bermimpi, tapi kenapa harus dia juga yang datang menenggelamkan apa yang telah saya impikan.
Saat geraknya menyatakan iya, ternyata mulutnya berucap tidak.
Saat geraknya menyuarakan Siap dan bisa, ternyata terdengar nada kecil darinya berucap belum.
yah… mungkin sudah skenarionya kali yah..!!
kan! gak mungkin tuk merubah skenario yang tlah dibuat oleh sang sutradara (Allah), tapi kayaknya kita memang kudu harus bin wajib tuk mengetahui peran kita masing-masing, agar gak ghayru connect nantinya.
Kepada sang sutradara…
Sekarang saya menjadi penakut, takut untuk menyiram dan memupuk apa yang telah tumbuh di gumpalan darah yang bersembunyi di antara tulang rusukku. tapi saya juga takut kalau ia menjadi mati dan tidak akan pernah tumbuh lagi.
Kepada sang sutradara
Maafkan segala kesalahan yang telah diperbuat oleh aktormu ini
karna kami masih pemula dan masih perlu belajar dan belajar tuk menjadi yang sempurna, meski kesempurnaan itu adalah keniscayaan, tapi itulah yang kami impikan.
Kepada sang sutradara
mudah-mudahan sosok itu bisa tumbuh di tempat yang memang pantas untuknya tumbuh, di tempat dimana ia menginginkan tuk tumbuh dan berbagi, bukan tumbuh di tempat pemimpi sepertiku yang begitu tinggi impiannya sampai meninggalkan realitas yang berada dibawahnya. dan ternyata idealitas itu sangat bertolak belakang dengan realitas, harusnya saya menyadari itu sebelum ia mampir dan tumbuh di gumpalan darahku yang polos.
saya akan kembali bercermin, membenahi diri, meluruskan niat, memantapkan hati, mengishlahkan pribadi. dan mensucikan ruh untuk berjumpa denganmu melalui pintu kesyahidan. Allahumma fasyhad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar